BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Perkembangan
Perbankan syariah yang telah dapat momentum sejak tahun 1970–an, secara umum
mengambil 2 pola. Pertama, mendirikan
bank syariah berdampingan dengan bank konvensional (dual banking System) seperti yang dilakukan di Mesir, Malaysia,
Arab Saudi, Yordania, Kuwait, Bahrain, dan Banglades. Kedua, merestrukturisasi sistem perbankan secara keseluruhan sesuai
dengan syariah Islam (full fledged
Islamic financial system) seperti yang terjadi di Sudan, Iran dan Pakistan.[1][1]
Di Iran,
bank syariah telah beroperasi setelah UU Perbankan bebas bunga disahkan pada
Agustus 1983 dan berlaku pada bulan Maret 1983, maka berkembang pesat bank
syariah di Iran sampai sekarang. Begitu juga dengan Sudan, pada tahun 1978
telah mulai beroperasi bank syariah dengan nama Faisal Islamic Banking of Sudan dengan dekrit khusus dan seluruh
bank di Sudan di Islamisasi. Kemudian Bank Islam Malaysia Berhad beroperasi
pada Juli 1983 setelah disahkannya UU Perbankan Islam Nomor 276 pada Maret
1983. Berdasarkan UU sementara Khusus Nomor 13 yang diperkuat oleh UU Permanen
Nomor 62 pada 1985 maka beroperasilah bank berbasis syariah di Jordan dengan
nama Jordan Islamic Bank for Finance and
Investment.[2][2]
Perkembangan
bank yang berbasis syariah telah berdiri diseluruh penjuru dunia sejak tahun
1970 –an. Hal ini menjadi motivasi para ulama-ulama di Indonesia untuk
membentuk UU tentang perbankan syariah agar bisa mendirikan perbankan syariah.
Dari dasar ini maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana sejarah
pendirian perbankan syariah di Indonesia sehingga penulis menuliskan makalah
ini dengan judul “ Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia”.
2.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah bagaimana sejarah berdirinya perbankan syariah
di Indonesia.
3.
Tujuan dan Manfaat
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Perbankan Syariah dan manfaat penulisan ini adalah penulis bisa mengetahui
sejarah berdirinya perbankan syariah di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Defenisi Perbankan Syariah
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
BAB I Ketentuan Umum pada Pasal 1 menjelaskan bahwa Perbankan Syariah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya. Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalakan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah Bank
Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[3][3]
Unit Usaha
Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum konvensional yang
berfungsi sebgai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu
Bank yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah. Kantor Cabang adalah kantor cabang bank Syariah
yang bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan dengan alamat
tempat usaha yang jelas sesuai dengan lokasi kantor cabang tersebut melakukan
usahanya.[4][4]
Sedangkan
menurut Karnaen A. Perwataatmadja dan H. M. Syafi’I Antonio, bank Islam atau
bank Syariah adalah Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
dan tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan al-Qura’an dan Hadits.[5][5]
Berdasarkan
defenisi-defenisi istilah yang terdapat dalam Perbankan Syariah mulai dari
Pengertian Perbankan Syariah, Bank Umum Syariah, BPRS, dan sebagainya
menjelaskan bahwa kegiatan usahanya tidak terlepas dari syariah atau ketentuan
al-Qur’an dan Hadits.
2.
Landasan Hukum Perbankan Syariah
a. Al
– Qur’an
Kegiatan
perbankan yang dilakukan di bank konvensional tidak sesuai dengan syariah Islam
dikarenakan adanya praktek riba dan praktek terlarang lainnya. Sehingga para
Ulama termotivasi untuk mendirikan Perbankan Syariah di Indonesia berdasarkan
firman Allah SWT pada Q. S. al-Baqarah ayat 275, sebagai berikut :
Artinya :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.”
Berdasarkan ayat ini para ulama
Indonesia mendirikan bank bebas bunga tersebut karena Allah telah menjelaskan
bahwa riba itu haram dan jual beli itu adalah halal. Selain itu, Allah juga
menjelaskan bahwa memakan harta sesame dengan jalan yang bathil itu juga
dilarang. Allah SWT berfirman dalam Q. S. an _ Nissa’ Ayat 29, sebagai berikut
:
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak
dibolehkannya memakan harta sesama kita dengan jalan yang dilarang oleh Allah
SWT, seperti riba, maisir, tadlis, gharar dan sebagainya karena perbuatan itu
merugikan salah satu pihak. Dan masih banyak lagi ayat – ayat al-Qur’an yang
menjadi landasan berdirinya Perbankan Syariah.
b.
Hadits
Pelarangan riba tidak hanya merujuk
pada al-Qur’an, selain itu, al-Hadits juga menjelaskan bahwa riba itu dilarang.
Hadits berfungsi menjelaskan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-Qur’an sehingga
lebih spesifik. Seperti sabda Rasulullah saw, sebagai berikut :
“Ingatlah
bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah
telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang karena riba harus
dihapuskan. Modal ( uang pokok ) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan
menderita atau mengalami ketidakadilan.”
Hadits ini
merupakan amanat terakhir pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah bahwa
Rasulullah saw. Masih menekankan bahwa Islam melarang praktek riba tersebut.[6][6]
c.
Fatwa MUI/DSN Tentang Perbankan Syariah
Dewan
Syariah Nasional selanjutnya disebut DSN dibentuk pada tahun 1997 yang
merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli 1997.
DSN merupakan lembaga otonom di bawah Majelis Ulama Indonesia dipimpin oleh
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Berpedoman kepada PT Muamalat Indonesia
yang menjadikan akad mudharabah dan musyarakah sebagai akad produknya maka
Fatwa DSN menerbitkan Fatwa DSN No. 7/DSN-MUI/IV/2000, yang kemudian menjadi
pedoman pada praktek Perbankan Syariah. Dalam nomor tersebut sebutkan: “Lembaga
keuangan Syariah sebagai penyedia dana, menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disnegaja,
lalai, atau menyalahi perjanjian.”[7][7]
d.
Peraturan Bank Indonesia
PBI yang
secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari UU No.21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah dan telah diundangkan hingga saat ini yaitu:[8][8]
a.
PBI No. 10/16/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
b.
PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang produk bank syariah dan Unit Usaha Syariah
c.
PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang rekonstruksi pembiayaan bagi bank syariah.
d.
PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No. 6/21/PBI/2004
tentang giro wajib minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum yang
melaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
e.
PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang perubahan kedua atas PBI No. 8/21/PBI/2008
tentang penilaian kualitas aktiva bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdsarkan prinsip syariah.
f.
PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang komite perbankan syariah.
g. PBI No. 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum
Syariah pada Ketentuan Umum pasal 1 menjelaskan :
1. Bank adalah Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah ;
2. Kantor Cabang yang selanjutnya disebut
KC adalah kantor bank yang bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang
bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas sesuai dengan lokasi KC
tersebut melakukan usahanya.
3. Dan seterusnya.
3.
Asas, Tujuan, dan Fungsi Bank Syariah
Perbankan
Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi
ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdsarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa di bidang syariah.
Perbankan
Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Fungsi
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan fungsi sebagai
intermediasi yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarkat, serta dapat
menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga Baitul Mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak dan
sedekah, hibah, atau dana social lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat. Kemudian Bank Syariah dan UUS ini juga berfungsi menghimpun
dana social yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola
wakaf (Nazhir) sesuai dengan kehendak
pemberi wakah (wakif).[9][9]
4.
Gagasan Pendirian Bank Syariah di Indonesia
Di
Indonesia umat Islam sudah lama mendambakan berdirinya Bank Islam yaitu sejak
tahun 1937. K.H. Mas Mansur sebagai ketua pengurus besar Muhammadiyyah periode
1937- 1944 mengeluarkan pendapatnya mengenai penggunaan jasa bank konvensional
yang terpaksa dilakukan karena umat Islam belum mempunyai lembaga keuangan
sendiri yang bebas riba.
Gagasan
pendirian Bank Syariah di Indonesia gencar kembali pada tahun 1970-an. Dimana
pembicaraan Bank Syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia – Timur Tengah
pada tahun 1974 dan 1976 dalam seminar yang diadakan oleh Lembaga Studi Ilmu –
Ilmu Kemasyarakatan dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran
tentang perlunya umat Islam di Indonesia memiliki Perbankan Islam mulai sejak
itu, seiring munculnya kesadaran kaum Intelektual dan cendikiawan muslim dalam
memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada
awalnya memang sempat terjadi perdebatan mengenai hukum bunga bank dan hukum
zakat dengan pajak dikalangan para ulama, cendikiawan, dan intelektual muslim.[10][10]
Namun, gagasan yang diperjuangan
oleh kaum intelektual dan cedikiawan muslim ini tidak berjalan dengan lancar
sesuai yang telah direncanakan mereka karena adanya faktor penghambat dari
pendirian Bank Islam tersebut. Adapun faktor penghambat pendirian bank Islam
tersebut adalah :
1. Operasi bank syariah yang menerapkan
bagi hasil belum diatur karena itu tidak sejalan dengan undang – undang pokok
perbankan yang berlaku, yakni Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1967.
2. Konsep bank syariah dari segi politik
berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkatian dengan konsep
Negara Islam, oleh karena itu tidak dikehandinya pendirian bank Islam oleh
pemerintah.
3. masih dipertanyakannya siapa yang
bersedia menaruh modal dalam ventura semacam ini, semantara pendirian bank baru
dari timur tengah masih dicegah, antara pembatasan pendirian bank asing yang
ingin membuka kantornya di Indonesia.[11][11]
Di awal
tahun 1980-an kembali digelar lagi diskusi yang begitu gencarnya yang
bertemakan mengenai Bank Syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan
kembali. Dimana tokoh yang terlibat dalam pegelaran diskusi ini adalah Karnaen
A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M. Saefuddin, dan M. Amien Azis.
Sebagai uji coba gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala relatif
terbatas, diantaranya di Bandung pada lembaga Bait At-Tamwil Slaman ITB dan di
Jakarta pada Koperasi Ridho Gusti. Sehingga M. Darwam menulis dalam sebuah buku
bahwa bank Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan bunga (riba), serta menjawab tantangan bagi
kebutuhan pembiayaan guna pemgembangan
usaha ekonomi masyarakat yaitu dengan menerapkan sistem mudharabah, musyarakah dan murabahah.[12][12]
Namun,
diskusi itu juga belum memberikan kabar gembira bagi umat muslim atas tekad
pendirian bank Islam di Indonesia. Kemudian gagasan ini muncul kembali pada
tahun 1988, disaat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Okteber (Pakto) yang
berisi leberalisme Industri Perbankan. Pada saat itulah para ulama Indonesia
berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat
hukum untuk dijadikan dasar pendiriannya, kecuali bahwa bank dapat menetapkan
bunga sebesar 0%. Sehingga gagasan masih gagal dilakukan oleh para ulama di
Indonesia.
Pada tahun
1990, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru
dilakukan secara mendalam. Majelis Ulama Indonesia ( MUI) melaksanakan
Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa barat pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Lokakarya
ini menghasilkan terbentuknya kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di
Indonesia berdasarkan Munas IV MUI. Dan kelompok kerja ini dikenal dengan Tim
Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak
terkait.[13][13]
Dan hasil kerja Tim Perbankan MUI berhasil mendirikan PT Bank Muamala Indonesia
(BMI).
5. PT
Bank Muamalat Indonesia (BMI)
Berdirinya
Bank Muamalat Indonesia (BMI) berkat kerja keras para ulama serta kaum
Intelektual di Indonesia yang terbentuk dalam suatu Tim yang dikenal dengan Tim
Perbankan MUI. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia disahkan dan
ditandatangi pada tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte
pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar.[14][14]
PT
Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi pada tahun 1992, dengan modal awal
sebesar Rp 106.126.382.000. Sampai dengan bulan September 1999, Bank Muamalat
Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet
yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan
Makasar.[15][15]
Dana
awal BMI ini berasal dari Presiden dan Wakil Presiden, sepuluh Menteri Kabinet
Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab,
Supersemar, Dharmais, Purna Bakti Pertiwi, PT PAL dan PT Pindad. Selanjutnya
Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang Bank
Muamalat Indonesia. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut maka Bank Muamalat
Indonesia mulai beroperasi secara resmi. [16][16]
Setelah
Bank Muamalat mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah
pertama di Indonesia. Sehingga menimbulkan motivasi umat Islam di Indonesia
untuk menerapkan dan mempraktekkan sistem syariah dalam kehidupan ekonomi
sehari-hari. Namun, karena bank syariah pertama ini masih sedikit di bandingkan
dengan bank konvensional yang telah menyebar disegala penjuru tanah air
sehingga Bank Muamalat hamper tidak bisa berbuat apa-apa.
Secara
yuridis, walaupun pembiacaraan tentang bank syariah sudah lama ada di
Indonesia, akan tetapi momentum akan lahirnya bank-bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah tersebut baru ada setelah lahirnya Undang-undang
Perbankan No. 10 Tahun 1998. Memang Undang-undang No. 7 Tahun 1992 yang
kemudian diubah menjadi Undang-udang No. 10 tahun 1998 seakan-akan memecahkan
terhadap lahirnya bank yang berdasarkan prinsip syariah tersebut.
Setelah
lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 dan diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 maka
bermuncullah bank-bank yang berdasarkan syariah dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya. Dinataranya Bank Syariah mandiri, Bank Mega Syariah, dan lainya
sebagainya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Perbankan
Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Ide
pendirian Bank Syariah sudah dimulai sejak tahun 1937 oleh ketua pengurus Besar
Muhammadiyyah yaitu K. H. Mas Mansur sampai pada akhirnya Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 sehingga berdirinyan Bank Muamalat dan Undang- Undang ini diubah
menjadi Undang-Undang No. 10 tahun 1998. Atas dasar undang-undang ini
bermuncullah bank syariah di Indonesia.
Landasan
pendirian Perbankan syariah terdapat dalam al-Qur’an dan hadist serta di dukung
oleh Fatwa DSN/MUI dan Peraturan Bank Indonesia sehingga Perbankan Syariah
mulai berkembang di Indonesia.
2. Saran
Penulis
sangat mengharapkan saran atas makalah ini, mengingat kurang sempurnanya
penulisan makalah ini. Penulis mengharapkan saran yang sangat membangun dalam
perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio,
Muhammad Safi’I. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek. Jakarta :
Gema Insani Pres.
Perwaatmadja,
Karnaen A. dan M. Syafi’I Antonio. 1997. Apa dan Bagaimana Bank Islam.
Yogyakarta : PT Dana Bhakta Wakaf.
Raharja,
Dawan. 1999. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi. Jakarta : Lembaga
Studi Agama dan Filsafat.
Sutedi,
Adrian. 2009. Perbankan Syariah. Jakarta
: Ghalia Indonesia.
TIM
redaksi Sinar Grafika. 2008. Undang-Undang Perbankan Syariah 2008.
Jakarta : Sinar Grafika.
Wibisono,
Yusuf. 2009. Politik Ekonomi UU
Perbankan Syariah Peluang dan Tantangan Regulasi Industri Perbankan Syariah.
Skripsi. Depok : Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar