Makalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis persembahkan kepada Tuhan yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makala dengan
tema Pajak Pertambahan Nilai tepat pada waktunya. Makala ini menjelaskan
tentang pengertian PPN, karakteristik PPN, dasar-dasar hukum dan sebagainya.
Makala ini dibuat dengan tujuan agar dapat membantu dalam proses kegiatan
belajar mengajar dan sebagai pemenuhan tugas dari matakuliah Perpajakan.
Penulis berharap makala ini dapat
berguna bagi pembaca dan dapat memberikan inspirasi khususnya dalam dalam ilmu
perpajakan. Penulis menyadari bahwa makala ini masih ada kekurangan oleh karena
itu penulis meminta saran dan kritik dari pembaca guna membangun kesempurnaan dalam
penulisan makala penulis selanjutnya.
A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam
bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax
(GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut
disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata
lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang
ia tanggung.
Mekanisme
pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen
sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam
perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan
pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual
produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,
memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia
menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum
utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No.
8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No.
18/2000.
B. Barang tidak kena PPN
•
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, meliputi:
1.
Minyak mentah.
2.
Gas bumi.
3.
Panas bumi.
4.
Pasir dan kerikil.
5.
Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.
6.
Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak,
dan bijih bauksit.
Barang-barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
Ø Objek
Pajak Pertambahan Nilai
Apabila
ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6 (enam)
jenis PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi dengan
unsur untuk dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.
Unsur-unsur
yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah:
1.
adanya penyerahan;
2.
yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);
3.
yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);
4.
penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;
5.
PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap
barang yang dihasilkan.
Penyerahan
yang dikenakan PPN meliputi:
1.
penyerahan hak karena suatu perjanjian;
2.
pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing;
3.
penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
4.
pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma;
5.
penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk
diperjuabelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN sewaktu
memperoleh aktiva dapat dikreditkan menurut perundang-undangan perpajakan yang
bersangkutan;
6.
penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau
sebaliknya;
7.
penyerahan secara konsinyasi.
Ø Dasar
Hukum PPN
-
Utama : UU NO. 42 TAHUN 2009 (Undang-Undang PPN dan PPnBM)
“PERUBAHAN
KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH”
-
Ditunjang dengan berbagai peraturan yang ada seperti PP, PMK, KMK, dan
Perdirjen
C. Karakteristik PPN
1.
Pajak Tidak Langsung dan Pajak Objektif
PPN
adalah pajak tidak langsung, artinya beban pajak dilimpahkan kepada pihak lain.
Sehingga pemikul beban pajak (WP) dan penyetor pajak ke DJP (pemungut) adalah
pihak yang dapat berbeda.
PPN
tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-mula kepada
obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya. Siapapun subyeknya
(masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu), akan dikenakan PPN, selama
mereka mengonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, di dalam daerah
pabean.
2.
Multi Stage Levy namun Non Commulative
PPN
bersifat multi stage levy, artinya dikenakan pada setiap mata rantai jalur
produksi dan jalur distribusi. Mulai dari pertama kali setelah diproduksi,
hingga sampai ke tangan konsumen akhir.
Sifat
non kumulatif dari Pajak Pertambahan Nilai terletak pada mekanisme
pemungutannya yang dikenakan pada Nilai Tambah (Added Value) dari Barang Kena
Pajak dan Jasa Kena Pajak dan tidak diperhitungkan di akhir tahun. Diharapkan
dengan sifat seperti ini akan mengurangi hasrat para Wajib Pajak untuk
menghindari bahkan menyelundupkan Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi
kewajibannya.
3.
Penghitungan PPN terutang untuk dibayar ke kas negara
menggunakan indirect subtraction method
Yaitu
PPN dikenakan bedasarkan atas pertambahan nilai (added value) dari barang yang
dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
4.
Merupakan Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri sehingga
memiliki kedudukan netral
PPN
dikenakan untuk berbagai konsumsi BKP di daerah pabean tanpa terkecuali.
5.
Menerapkan tarif tunggal (single rate)
Tarif
Pajak PPN adalah 10 %. Namun bisa juga melalui berbagai pertimbangan dan
keluarnya PP, tarif diubah antara 5-15 %.
6.
Termasuk tipe konsumsi (Consumption Type VAT)
Pada
VAT type ini, seluruh pengeluaran atas pembelian produk, termasuk barang modal,
dapat menjadi pengurang terhadap penerimaan
D. Tata Cara Pembayaran
Dan Pelaporan PPN/PPnBM
Siapa saja yang wajib
membayar/menyetor & melaporkan PPN/PPnBM ?
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN/PPn BM, adalah :
· KPKN
· Bendaharawan Pemerintah Pusat dan
Daerah
· Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
· Pertamina
· BUMN/ BUMD
· Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya
bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya
· Bank Pemerintah
· Bank Pembangunan Daerah
· Perusahaan Operator Telepon Selular.
Apa saja yang wajib disetor oleh PKP
dan pemungut PPN & PPnBM ?
1. Oleh PKP adalah :
· PPN yang dihitung sendiri melalui
pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak
Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
· PPn BM yang dipungut oleh PKP
Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
· PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP
dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM
yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPn BM
Dimana tempat pembayaran/penyetoran
pajak ?
· Kantor Pos dan Giro
· Bank Pemerintah, kecuali BTN
· Bank Pembangunan Daerah
· Bank Devisa
· Bank-bank lain penerima setoran
pajak
· Kantor Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP
Kapan saat pembayaran/penyetoran
PPN/PPnBM ?
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri
oleh PKP harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya
setelah bulan Masa Pajak.
Contoh : Masa Pajak Januari 1996,
penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari 1996.
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam
SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum
dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
3. PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk
ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen.
4. PPN/PPn BM yang pemungutannya
dilakukan oleh:
a. Bendaharawan Pemerintah, harus
disetor selambat-lambatnya tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
b. Pemungut PPN selain Bendaharawan
Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
yang memungut PPN/ PPn BM atas Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari
setelah pemungutan pajak dilakukan.
5. PPN dari penyerahan gula pasir dan
tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh
PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Catatan:
Apabila
tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus
dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.
Kapan saat pelaporan PPN/PPnBM ?
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri
oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor
Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam
SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang
menerbitkan.
3. PPN dan PPn BM yang pemungutannya
dilakukan oleh :
· Bendaharawan Pemerintah harus
dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
· Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
· Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah
batas waktu penyetoran pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan gula pasir dan
tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus
dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat
selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Catatan :
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh
pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum
tanggal jatuh tempo.
Apa sarana yang digunakan untuk melakukan
pembayaran/penyetoran pajak?
· Untuk membayar/menyetor PPN dan PPn
BM digunakan formulir Surat Setoran Pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor
Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia.
· Surat Setoran Pajak menjadi lengkap
dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah diberi teraan oleh : Bank,
Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima
setoran.
Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM
- Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
- Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh
persen) dan setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen).
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM. - Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
- Harga jual/ penggantian
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. - Nilai Impor
Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM. - Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir. - Nilai lain
Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 : - Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian, tidak termasuk laba kotor
- Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
- Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
- Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
- Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
- Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
- Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
- Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :
- PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.
- PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang dagangan.
- Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon.
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan
atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen kekonsumen. Dalam bahasa inggris, PPN disebut Value Added Tax
(VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak
langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang
bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran,
dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah
Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus
disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak
keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak
masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat
produknya.
Indonesia menganut sistem tarif
tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan
untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut
perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun1994, Undang-Undang No. 18
Tahun2000, dan Undang_Undang No. 42 Tahun2009.
Karakteristik pajak pertambahan
nilai adalah sebagai berikut:
- Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.
- Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi.
- Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak.
- Menghindari pengenaan pajak berganda.
- Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran.
2. RUMUSAN
MASALAH
Dari penjelasan bab sebelumnya
timbul pertanyaan atau rumusan masalah yaitu:
·
Pengecualian dalam pengenaan pajak
pertambahan nilai.
·
Unsur-unsur pengenaan pajak
pertambahan nilai.
·
Mekanisme pembayaran pajak pertambahan
nilai.
·
Kapan saat pelaporan pajak
pertambahan nilai.
3. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
agar kita lebih memahami pembahasan mengenai pajak pertambahan nilai. Dan dapat
memudahkan dalam pengaplikasian dalam dunia kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengecualian
dalam pengenaan pajak pertambahan nilai.
Pada dasarnya semua barang dan jasa
merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan
PPN, yaitu:
Barang tidak kena PPN
Ø barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya meliputi:
· minyak mentah (crude oil).
· Gas bumi tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat.
· Panas bumi.
· asbes, batu tulis, batu setengah permata,batu kapur, batu
apung, batu permata,bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite),
grafit, granit/andesit, gips,kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer,
nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit,
fosfat(phospat), talk, tanah serap (fullers earth),tanah diatome, tanah liat,
tawas (alum),tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit.
· Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara dan.
· Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel , bijih perak,
Ø Barang-barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, meliputi:
· Beras
· Gabah
· Jagung
· Sagu
· Kedelai
· Garam , baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
· Daging , yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah
melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan,dibekukan, dikemas
atau tidak dikemas,digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain,
dan/atau direbus.
· Telur , yaitu telur yang tidak diolah,termasuk telur yang
dibersihkan,diasinkan, atau dikemas
· Susu , yaitu susu perah baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
· Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang
telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas,dipotong, diiris, di-grading,
dan/atau dikemas atau tidak dikemas
· Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci,
ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah
Jasa tidak kena PPN
- jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
- Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.
- Jasa dokter hewan.
- Jasa ahli kesehatan, seperti ahli akupunktur,ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisoterapi.
- Jasa kebidanan dandukun bayi.
- Jasa paramedis dan perawat.
- Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
- Jasa psikolog dan psikiater (konsultan kesehatan)
- Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
- jasa pelayanan sosial, meliputi:
- Jasa pelayanan panti asuhan danpantu jompo.
- Jasa pemadam kebakaran.
- Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.
- Jasa lembaga rehabilitasi.
- jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium.
- jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
- jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel danmenggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
- jasa keuangan, meliputi:
- jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
- jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat,sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.
- jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) anjak piutang;
c) usaha kartu kredit; dan/atau
d) pembiayaan konsumen;.
- jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia
- jasa penjaminan
- jasa asuransi
- jasa keagamaan, meliputi:
- Jasa pelayanan rumah ibadah.
- Jasa pemberian khotbah atau dakwah.
- jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan
- Jasa lainnya di bidang keagamaan.
- jasa pendidikan, meliputi:
- Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
- Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
- jasa kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
- jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
- jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
- jasa tenaga kerja, meliputi:
- jasa tenaga kerja.
- jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
- Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
- jasa perhotelan, meliputi:
- Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel , serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap.
- Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
- jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
- jasa penyediaan tempat parkir
- jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
- jasa pengiriman uang dengan wesel pos
- jasa boga atau katering
3. unsur –
unsur pengenaan pajak pertambahan nilai.
Unsur-unsur yang harus dipenuhi
untuk dapat dikenakan PPN adalah:
1.adanya penyerahan;
2.yang diserahkan adalah Barang Kena
Pajak (BKP);
3.yang menyerahkan adalah Pengusaha
Kena Pajak (PKP);
4.penyerahannya harus di Daerah
Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;
5.PKP yang menyerahkan harus dalam
lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap barang yang dihasilkan.
Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi:
1.penyerahan hak karena suatu
perjanjian;
2.pengalihan barang karena suatu
perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing;
3.penyerahan kepada pedagang
perantara atau melalui juru lelang;
4.pemakaian sendiri dan pemberian
cuma-cuma;
5.penyerahan likuidasi atas aktiva
yang tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran, sepanjang PPN sewaktu memperoleh aktiva dapat dikreditkan menurut
perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya.
6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya.
7.penyerahan secara konsinyasi.
4. Mekanisme
pembayaran pajak pertambahan nilai.
MEKANISME PEMBAYARAN PPN
Pembayaran PPN dapat dilakukan
dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha
Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung ke negara.
1. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak Penjual
Pembayaran PPN dengan cara
menitipkan uang pembayarannya kepada pihak penjual, yaitu pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan telah berstatus sebagai
Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal terjadi konsumsi Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak oleh siapapun dari pihak penjual atau pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini
merupakan cara yang paling umum dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum.
Dengan mekanisme ini, pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash
inflow) berupa Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang
telah diterima dan merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak
disetorkan ke negara, tergantung kepada hasil pertandingan antara Pajak
Keluaran tersebut dengan Pajak Masukan atau Cash Outflow.
2.Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara
Mekanisme pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan secara langsung ke negara, dilakukan
apabila:
a. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Instansi Pemerintah,
dimana instansi pemerintah tidak menitipkan uang pembayaran PPN kepada pihak penjual,
melainkan langsung menyetorkannya ke negara;
b. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan impor akan membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari persyaratan untuk menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya;
b. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan impor akan membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari persyaratan untuk menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya;
c. Dalam hal terjadi pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Jasa
Kena Pajak akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;
d. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;
d. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;
e. Dalam hal terjadi kegiatan
membangun bangunan yang dilakukan sendiri, apabila persyaratan-persyaratannya
dipenuhi;
f. Dalam hal terjadi penyerahan
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, apabila
persyaratan-persyaratannya dipenuhi;
g. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus
kurang bayar yang disebabkan oleh jumlah Pajak Keluaran yang lebih besar
dibandingkan dengan jumlah Pajak Masukan, dimana batas paling lambat untuk
menyetorkan selisihnya (Pajak Keluaran –VS- Pajak Masukan) adalah pada tanggal
15 (lima belas) bulan berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak tertentu yang
Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak
Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
Pajak Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus kurang bayar.
5. Kapan saat
pelaporan pajak pertambahan nilai.
Saat pelaporan pajak pertambahan
nilai yaitu :
1. PPN yang dihitung sendiri oleh
PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan
Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN yang tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN yang pemungutannya dilakukan
oleh :
a. Bendaharawan Pemerintah harus
dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah
batas waktu penyetoran pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan gula pasir dan
tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan
dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.
apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.
BAB III
PENUTUP
Ø KESIMPULAN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
pajak yang dikenakan atas :
a.Penyerahan Barang Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.Impor Barang Kena Pajak;
c.Penyerahan Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.Pemanfaatan Barang Kena Pajak
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah . Pabean;
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha
Kena Pajak.
Mekanisme pembayaran pajak
pertambahan nilai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Pembayaran PPN dengan menitipkan kepada penjual
2. Pembayaran PPN secara langsung kepada Negara